Pada wilayah Danau Toba terdapat beberapa kawasan pemukiman yang memiliki bangunan tradisional salah satunya terdapat di kecamatan Simanindo. Kondisi bangunan tradisional di daerah Kabupaten Samosir saat ini merupakan masalah yang harus diatasi dalam proses pelestarian bangunan tersebut. Antara lain masalah yang ada pada bangunan rumah tradisional yang kurang layak huni, dengan kondisi bangunan yang sudah terjadi kerusakan di beberapa tempat serta penerangan yang kurang baik. Permasalahan penurunan kondisi bangunan Rumah Bolon masih bersifat umum dan masih membutuhkan pengembangan, khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan kondisi, dan prosedur pemeriksaan yang digunakan, sehingga menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dilakukan pengabdian, dan diharapkan nantinya dapat melaksanakan pemeliharaan bangunan secara maksimal. Metode pengabdian yang akan digunakan dengan melakukan pengamatan dan pemeriksaan serta prilaku masyarakat terhadap pemeliharaan bangunan Rumah Bolon di Kecamatan Simanindo. Tujuan dari pengabdian ini adalah untuk mendapatkan prosedur pemeliharaan dengan mengobservasi skala kerusakan yang terjadi pada Rumah Bolon yang dituju sebagai objek pengabdian. Data yang sudah diperoleh dijadikan sebagai dasar analisis untuk menjawab permasalahan pengabdian bangunan tradisonal berbasis kearifan lokal yang akan dilakukan pada bangunan tradisional Rumah Bolon di Kabupaten Samosir.
Rumah bolon merupakan rumah adat suku Batak yang berasal dari daerah di Provinsi Sumatera Utara. Rumah bolon menjadi simbol dari identitas masyarakat Batak yang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia. Rumah bolon sering disebut juga rumah gargo merupakan sebuah rumah pertemuan kelurga besar. Sama umumnya dengan rumah adat di Indonesia, rumah adat bolon juga berbentuk panggung. Di mana bagian atas dijadikan sebagai tempat tinggal dengan memiliki kamar-kamar. Tempat tidur cukup dibuat tinggi daripada dapur.
Rumah Bolon (Rumah Adat Batak Toba) yang mempunyai struktur terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian atas (tempat tinggal) dan bagian bawah (tempat menyimpan hasil panen dan ternak). Lalu dengan atapnya berbentuk pelana kuda yang menjulang tinggi, terbuat dari ijuk atau alang-alang. Serta dinding rumah terbuat dari papan kayu yang disusun vertikal.
Dengan tata ruang bagian dalam rumah terbagi menjadi beberapa ruang tanpa sekat. Ini biasanya dihuni oleh beberapa keluarga sekaligus. Dan memiliki perapian di tengah rumah yang berfungsi untuk menghangatkan ruangan dan mengusir serangga. Mempunyai makna simbolis antar lain atap yang menjulang tinggi melambangkan hubungan dengan Sang Pencipta. Serta tiang-tiang penyangga melambangkan kekuatan dan persatuan keluarga.
Penulis: Yohanes Andrew Gideon Sihaloho
Editor: Imam Almuttaqin Habibullah, Septianda Perdana