Credit By: Wikipedia
Kesultanan Kota Pinang atau yang dikenal juga dengan Istana Bahran Kota Pinang adalah salah satu penonggalan bersejarah yang menjadi simbol kejayaan bersejarah yang menjadi simbol kejayaan Melayu di tanah Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara. Berdiri megah pada masanya, kesultanan ini didirikan oleh Sultan Batara Sinomba pada tahun 1630. Sejak awal berdiri, Kota Pinang tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan, perdagangan, dan penyebaran islam di kawasan tersebut.
Sebagai simbol peradaban Melayu, istana ini mempresentasikan masa keemasan kejayaan Kota Pinang. Arsitektur istananya mencerminkan perpaduan budaya lokal dengan sentuhan arsitektur Melayu klasik yang megah. Pada masa jayanya, istana ini menjadi pusat kegiatan sosial, politik, dan budaya yang memperkuat identitas masyarakat Melayu di Labuhanbatu.
Namun, masa kejayaan tersebut tidak berlangsung selamanya. Pada tahun 1946, di tengah pergolakan revolusi sosial. Sejak saat itu, kesultanan dipaksa melebur bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI).
Kini, sisa – sisa bangunan megah itu hanya tinggal reruntuhan. Beberapa bagian tembok, masih berdiri, namun kondisi yang rapuh menjadi saksi bisu perjalanan sejarah yang mendalam bagi masyarakat Labuhanbatu Selatan. Reruntuhan tersebut seolah meningkatkan generasi koni akan kejayaan masa lalu, sekaligus menjadi pelajaran penting tentang perubahan zaman dan ketahanan budaya.
Kondisi Sekarang (Credit By: merdeka.com)
Kesultanan Kota Pinang bukan hanya sekedar bangunan yang runtuh, tetapi warisan sejarah yang memiliki arti besar dalam perjalanan masyarakat Melayu di Sumatera Utara. Dengan melestarikan cerita dan nilai yang terkandung di dalamnya, kita ikut menjaga jejak sejarah agar tetap hidup di tengah modernitas.
Reruntuhan bukanlah akhir, melainkan pengingat bahwa kejayaan pernah ada dan sejarah tetap hidup di hati yang mengingatnya.